Kesuksesan Adalah Milikku. Aku Akan Mendapatkanmu Walau Kemanapun Itu. Akan Kukejar Kamu Sampai Kemanapun Itu. Karena Kesuksesan Adalah Hak ku.

Kebijakan Pendidikan Tentang Pendidik Dan Tenaga Kependidikan

Kebijakan Pendidikan Tentang Pendidik Dan Tenaga Kependidikan

(Kebutuhan dan Ketersediaan, Kualifikasi, Kompetensi dan Sertifikasi Profesi)


Makalah ini Disusun Sebagai Tugas Mata Kuliah

Kebijakan Pendidikan”


Dosen Pengampu :

Dra. Mu'awanah, M.Pd

Disusun Oleh :

Mochamad Badrusalim (9321 052 08)

M Fakhrur Rozy (9321 078 07)

Mila Felayati (9321 150 08)

Mika Widyasari (9321 083 08)

Lilik Masrukah (9321 144 08)


JURUSAN TARBIYAH - PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

(STAIN) KEDIRI

2010


BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Secara jujur kita akui pada masa lalu (dan masa kini) profesi guru kurang memberikan rasa bangga diri, bahkan ada guru yang malu bila disebut guru. Rasa inferior terhadap profesi lain masih melakat di hati banyak guru. Masih jarang kita mendengar dengan suara lantang guru mengatakan "Inilah aku".1

Kurangnya rasa bangga itu akan mempengaruhi motivasi kerja dan citra masyarakat terhadap profesi guru. Banyak guru yang secara sadar atau tidak sadar mempromosikan kekurangannya kepada masyarakat. Ungkapan "Cukuplah saya sebagai guru", sering masih terdengar dari mulut guru. Ungkapan ini lalu diterjemahkan sebagaai profesi yang kurang menjanjikan masa depan yang cerah. Muramnya masa depan itu sering didendangkan secara berlebihan seolah-olah profesi termalang di bumi tercinta ini. Maka dari hal- hal yang mendasar tersebut diperlukan adanya kebijakan pendidikan, terutama terkait pendidik dan tenaga kependidikan.

  1. Rumusan Masalah

  1. Apa pengertian pendidik, tenaga kependidikan, kompetensi, kualifikasi dan sertifikasi?

  2. Bagaimana substansi kebijakan tentang tenanga pendidik dan kependidikan (kebutuhan dan ketersediaan, kompetensi dan sertifikasi)?

  3. Bagaimana implementasi kebijakan tentang tenaga pendidik dan kependidikan (kebutuhan dan ketersediaan, kompetensi dan sertifikasi)?

  4. Bagaimana analisis kelebihan dan kekurangan kebijakan tentang tenaga pendidik dan kependidikan (kebutuhan dan ketersediaan, kompetensi dan sertifikasi)?

  1. Tujuan Pembahasan

  1. Untuk mengetahui pengertian pendidik, tenaga kependidikan, kompetensi, kualifikasi dan sertifikasi

  2. Untuk mengetahui substansi kebijakan tentang tenanga pendidik dan kependidikan (kebutuhan dan ketersediaan, kompetensi dan sertifikasi)

  3. Untuk mengetahui implementasi kebijakan tentang tenaga pendidik dan kependidikan (kebutuhan dan ketersediaan, kompetensi dan sertifikasi)

  4. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan kebijakan tentang tenaga pendidik dan kependidikan (kebutuhan dan ketersediaan, kompetensi dan sertifikasi)


BAB II

PEMBAHASAN


  1. Pengertian Pendidik, Tenaga Kependidikan, Kompetensi, Kualifikasi dan Sertifikasi

  1. Pendidik dan tenaga kependidikan

Dalam Undang-undang RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat 5 disebutkan:

Ayat 5, “Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan”,

Ayat 6, “ Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, kanselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya. Serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan”.2

Jadi pendidik adalah merupakan tenaga kependidikan yang secara khusus terjun langsung dalam proses pendidikan yang sedang berlangsung. Sedangkan tenaga kependidikan secara umum semua sumber daya manusia yang bisa mendukung terjadinya proses pendidikan.

  1. Kompetensi

Dalam Undang-undang RI No Guru dan Dosen RI No 14 tahun 2005, pasal 1 ayat 10 disebutkan, “Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalanya”.3

Kompetensi (competency) didefinisikan dengan berbagai cara, namun pada dasarnya kompetensi merupakan kebaiatan penguasaan pengetahuan,ketrampilan, dan sikap yang ditampilkan melalui unjuk kerja, yang diharapakan bisa dicapai seseorang setelah menyelesaikan suatu program.4

Kompetensi merupakan ketrampilan, pemahaman oleh guru sabagai senjata dalam melaksanakan profesinya secara professional.

  1. Sertifikasi

Dalam Undang-undang RI No Guru dan Dosen RI No 14 tahun 2005 pasal 1 ayat 11 disebutkan, “Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen”.5

Dalam pengertian lebih lengkap sertifikat adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang teleh memenuhi persyaratan tertentu yaitu memiliki kualifikasi akademik,kompetensi, sehat jasmani dan rohani, serta mamiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan yang layak.6

Melalui proses sertifikasi guru, depdiknas mengajak kita para guru melakukan tertib administrasi dan tertib dokumentasi . depdiknas membantu kita dengan lebih dahulu memberi cara ,memilah milah jenis dokumen yang ada. Sertifikat pendidik adalah sertifikat yang di tandatangani oleh perguruan tinggi penyelenggara sebagai bukti formal pengakuan prosessionalitas yang diberikan kepada guru sebagai tenaga professional.7

Adapun 10 komponen dalam penilaian sertifikasi (protofolio) yaitu:

  1. Kualifikasi akademik

  2. Pendidikan dan pelatihan

  3. Pengalaman mengajar

  4. Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran

  5. Penilaian dari atasan dan pengawas

  6. Prestasi akademik

  7. Karya pengembangan profesi

  8. Keikutsertaan dalam forum ilmiah

  9. Pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan social

  10. Penghargaan yang relevan di bidang pendidikan.8

Sedangkan kriteria dan rangking bagi calon peserta kualifikasi,, sertifikasi berdasarkan:

  1. Masa kerja

  2. Usia

  3. Golongan(bagi pns)

  4. Beban mengajar

  5. Tugas tambahan

  6. Prestasi kerja. 9

  1. Kualifikasi

Dalam Undang-undang RI No Guru dan Dosen RI No 14 tahun 2005 pasal 1 ayat 9 berbunyi, “ Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh guru atau dosen sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan”. 10

Jadi kualifikasi adalah batas minimal tingkat akademis / pendidikan yang harus dimiliki oleh pendidik dalam menjalankan profesinya secara professional.


  1. Substansi kebijakan tentang tenanga pendidik dan kependidikan.

  1. Kebutuhan dan ketersediaan

  1. Undang- Undang RI No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 24 Ayat 1, Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal serta untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan oleh Pemerintah”.11

  2. Undang- Undang RI No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 25 ayat 3 : ” Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama”.12


  1. Kompetensi

  1. Undang- Undang RI No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 8, ” Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”.13

  2. Undang- Undang RI No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 10

Ayat 1 “Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”

Ayat 2: “Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintahan”.14

  1. Sertifikasi

  1. Undang- Undang RI No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 11

Ayat 1, “Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan”

Ayat 2, ” Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah”

Ayat 3: ” Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel”

Ayat 4: ” Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah”.15

  1. Undang- Undang RI No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 16 ayat 1, ” Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat”.16

  1. Kualifikasi

  1. Undang- Undang RI No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 16 ayat 9, ”Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat.

  2. Peraturan pemerintah RI no 37 tahun 2009 tentang dosen, pasal 3 yang berbunyi:” Sertifikat pendidik untuk dosen diberikan setelah memenuhi syarat sebagai berikut:

  1. Memiliki pengalaman kerja sebagai pendidik pada perguruan tinggi sekurang- urangnya 2 (dua) tahun

  2. Memiliki jabatan akademik sekurang-kurangnya asisten ahli

  3. Lulus sertifikasi yang dilakukan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan pada perguruan tinggi yang ditetapkan oleh Pemerintah.


  1. Implementasi kebijakan tentang tenaga pendidik dan kependidikan

Dalam implementasi dari kebijakan tentang tenaga pendidik dan kependidikan, meliputi:

  1. Kebutuhan dan ketersediaan

  1. Upaya pemerintah dalam pemenuhan pendidik dan tenaga kependidikan , baik di pusat maupun oleh pemerintah daerah.

  2. Pemerintah mengupayakan pemerataan ketersediaan pendidik dan tenaga kependidikan di daerah daerah dan juga di daerah khusus

  3. Perhatian pemerintah kepada lembaga lembaga perguruan tinggi jurusan pendidik dan kependidikan

  4. Perhatian pemerintah dengan adanya tunjangan bagi profesi pendidik dan kependidikan.

  5. Tunjangan bagi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di daerah khusus

  6. Banyak didirikan lembaga pendidikan/perguruan tinggi dengan jurusan pendidik dan kependidikan

  1. Kompetensi

  1. Pemerintah berusaha dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi bagi guru

  2. Adanya peningkatan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan

  3. Diselenggarakannya beasiswa beasiswa bagi guru yang belum memenuhi kompetensi akademik

  4. Meningkatkan proses pendidikan yang berlangsung

  5. Adanya peningkatan mutu pendidikan nasional

  1. Sertifikasi

  1. Pemerintah menetapkan perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi sesuai dengan aturan perundang undangan yang berlaku yakni Undang- Undang RI No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 11 ayat 2 diatas.

  2. Diadakannya pendidikan dan pelatihan-pelatihan bagi para pendidik untuk meningkatkan kualitas profesinya agar lebih professional dan kompeten

  3. Adanyanya beasiswa-beasiswa bagi pendidik yang belum memenuhi kriteria calon sertifikasi dalam hal kualifikasi akademik

  4. Pemerintah menyediakan tunjangan profesi bagi guru yang telah tersertifikasi sebagai wujud penghargaan atas keprofessionalan pendidik,sesuai Undang- Undang RI No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 16 ayat 1 diatas.

  5. Peningkatan kualitas guru yang telah tersertifikasi dan juga kesejahteraan pendidik lebih baik dari sebelumnya.


  1. Analisis kelebihan dan kekurangan kebijakan tentang tenaga pendidik dan kependidikan

  1. Kebutuhan dan ketersediaan

  1. Kelebihan

  • Adanya pengangkatan pendidik baru sebagai bukti keberlangsungan estafet pendidikan nasional

  • Respon masyarakat terhadap pendidikan dan profesi pendidikan semakin baik.

  • Peningkatan peminat jurusan pendidik dan kependidikan di banyak perguruan tinggi nasional.

  • Mutu pendidikan nasional lebih meningkat daripada sebelumnya

  • Kesejahteraan pendidik sedikit lebih meningkat.

  1. Kekurangan

  • Masih terdapat kekurangan akan tenaga pendidik dan kependidikan terutama di daerah daerah khusus dan terpencil.

  • Mekanisme perekrutan atau pengangkatan pendidik dan tenaga kependidikan seringkali kurang transparan

  • Pemerataan dan penempatan pendidik masih belum maksimal

  • Kuota pendidik dan tenaga kependidikan sering masih terkumpul disuatu wilayah/yang maju(misal dijawa)

  1. Kompetensi pendidik

  1. Kelebihan

  • Guru semakin sadar akan tugas profesinya yang harus dilakukan dengan professional

  • Profesi pendidik tidak lagi dipandang sebelah mata sebagai profesi yang kurang diminati

  • Kesejahteraan guru yang mempunyai kualitas dan kompeten meningkat

  • Kualitas proses pengajaran(pendidikan) semakin meningkat

  • Secara lebih luas meningkatnya mutu pendidikan nasional

  1. Kekurangan

  • Masih lemahnya profesi guru di mata masyarakat

  • Guru yang kompeten tidak selalu meningkat kesejahteraanya, bila ternyata belum lulus sertifikasi

  • Terkadang guru malas atau banyak kendala dalam meningkatkan kompetensinya

  1. Sertifikasi profesi.

  1. Kelebihan

  • Proses pengajaran semakin baik

  • Meningkatnya kesejahteraan guru yang telah disertifikasi

  • Banyak guru yang semangat menempuh pendidiksn lanjutan sehingga kualitasnya pun juga meningkat

  • Sebagai bukti usaha pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan nasional secara umum.

  1. Kekurangan

  • Adanya sertifikasi terkadang tidak disertai dengan peningkatan kualitas pendidikan

  • Sertifikasi hanya sebagai sarana mendapat tunjangan bagi guru

  • Pendanaan yang cukup besar bagi biaya guru yang telah tersertifikasikan.

  • Terkadang guru yang telah tersertifikasi,tidak mau/malas meningkatkan kualitas dan kompetensi diri.

  • Dari persyaratan mengajar 24 jam tatap muka/minggu,bagi guru yang tidak memenuhinya sangat dimungkinkan tidak lolos sebagai pemegang sertifikasi meskipun kualitas akademik dan kompetensinya baik.

  1. Solusi

  • Mekanisme dan prosedur pengangkatan pendidik dan tenaga kependidikan harus diawasi sebaik mungkin sehingga bisa obyektif dan transparan

  • Meningkatkan dan mengawasi dengan baik pemerataan pendidik dan tenaga kependidikan di setiap daerah dan satuan pendidikan

  • Meningkatkan motivasi guru dalam pengembangan kualitas dan kompetensinya sebagai pendidik yang professional

  • Sosialisasi tentang tunjangan profesi guru merupakan konsekuensi dari kualitas pendidik yang dibuktikan dengan sertifikat pendidik,bukan sertifikasi dengan tujuan mendapat tunjangan saja.

  • Sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya pendidikan bagi keberlangsungan tujuan NKRI, seperti yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945

  • Adanya kerjasama solid dan baik dari semua lini dalam masyarakat, pejabat pemerintahan, pendidik dan masyarakat umumnya.


BAB III

PENUTUP

  1. Kesimpulan

Pendidik adalah merupakan tenaga kependidikan yang secara khusus terjun langsung dalam proses pendidikan yang sedang berlangsung. Sedangkan tenaga kependidikan secara umum semua sumber daya manusia yang bisa mendukung terjadinya proses pendidikan.

Kebijakan kebijakan yang terkait dengan pendidik dan tenaga kependidikan meliputi:

  1. Kebutuhan dan ketersediaan tenaga pendidik dan kependidikan pada Undang- Undang RI No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 24 ayat 1 dan pasal 25 ayat 3

  2. Kompetensi pendidik dalam Undang- Undang RI No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 8 dan pasal 10 ayat1 dan 2

  3. Sertifikasi profesi pada Undang- Undang RI No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 11 ayat 1-4 dan pasal 16 ayat 1

  1. Saran

  • Pemantauan pemerintah harus lebih giat sampai di daerah daerah sehingga mutu pendidikan semakin berkualitas

  • Adanya kerjasama yang baik dari segala lini dengan tujuan meningkatkan kualitas pendidikan nasional

  • Mekanisme dan adanya sosialisasi yang tepat tentang sertifikasi sehingga guru lebih giat dalam menjalani profesinya

  • Anggaran pendidikan ditingkatkan lagi baik ditingkat pusat maupun daerah.


DAFTAR PUSTAKA


Muslich, Mansur,Sertifikasi Guru Menuju Profeionalisme Pendidik,Jakarta:Bumi Aksara,2007.

Nurdin, Syarifuddin dan M Basyiruddin Usman,Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum,Jakarta:Ciputat Press,2002.

Pendidikan Tanpa Batas”.(online),(http://novanardy.blogspot.com/2010/03/ implementasi-undang-undang-guru-dan.html),13,Januari, 2011, diakses 31 Maret 2011.

Suyatno, Panduan Sertifikasi Guru,Jakarta: indeks,2007.


End Note

1 Syarifuddin Nurdin dan M Basyiruddin Usman.Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum(Jakarta:Ciputat Press,2002) hal 25.

2 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Guru dan Dosen, Yogyakarta : Pustaka Merah Putih, 2007

3 Undang-Undang Sistem,.

4Pendidikan Tanpa Batas”,http://novanardy.blogspot.com/2010/03/implementasi-undang-undang-guru-dan.html,13, Januari,2011, diakses 31 Maret 2011.

5 Undang-Undang Sistem,.

6 Mansur Muslich,Sertifikasi Guru Menuju Profesionalisme Pendidik(Jakarta:Bumi Aksara,2007), 2.

7 Suyatno, Panduan Sertifikasi Guru(Jakarta: Indeks,2007),2.

8 Ibid,12.

9 Suyatno, Panduan Sertifikasi.,11.

10 Undang-Undang Sistem,.

11 Ibid.

12 Ibid.

13 Undang-Undang Sistem,.

14 Ibid.

15 Undang-Undang Sistem,.

16 Ibid.


makalah kebijakan (dalam format Doc)

Kaidah Cabang Al Yaqinu La Yuzalu Bi al-Syak (Qowaidh Fiqhiyyah)

Kaidah-Kaidah Cabang Dari Kaidah Dasar

الْيَقِنُ لَا يُزَالُ بِالشَّكِّ


Makalah ini Disusun Sebagai Salah Satu Tugas

Mata Kuliah “Qowaidlul Fiqhiyyah”


Dosen Pengampu :

Kholisuddin, M.HI


Disusun Oleh :

MOCHAMAD BADRUSALIM (9321 052 08)

M LATIF JAMALUDIN (9321 079 08)

KHOIRUL AFIFAH (9321 174 08)


JURUSAN TARBIYAH

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

(STAIN) KEDIRI

2011

BAB I

PENDAHULUAN


  1. Latar Belakang

Kaidah-kaidah fiqih yang ada dalam khazanah keilmuan qawaid al fiqhiyyah pada dasarnya tebagi dalam dua kategori. Pertama adalah kaidah fiqih yang hanya diperuntukkan untuk masalah individu dan masalah ibadah dalam arti hubungan vertikal antara setiap individu dengan Allah. Kedua, kaidah fiqih yang memang sengaja dimunculkan untuk menyelesaikan beberapa masalah terkait dengan hubungan yang bersifat horizontal antar manusia itu sendiri, selain memang di dalamnya terdapat nilai-nilai hubungan vertikal karena beberapa obyek yang menjadi kajian adalah hukum Islam yang tentu saja itu semua bersumber dari Allah.

Dalam pembahasan ini pemakalah akan mencoba untuk membahas cabang-cabang kaidah Alyaqin La Yazulu Bisyakki. Menurut hemat penulis, bahwa kaidah ini sangat penting untuk dibahas karena merupakan kaidah yang berisi tentang al-yaqin dan asy-syakk

Kaidah ini menghantarkan kepada kita kepada konsep kemudahan demi menghilangkan kesulitan yang kadang kala menimpa kepada kita, dengan cara menetapkan sebuah kepastian hukum dengan menolak keragu-raguan. Dan telah diketahui akibat dari keragu-raguan adalah adanya beban dan kesulitan, maka kita diperintahkan untuk mengetahui hukum secara benar dan pasti sehingga terasa mudah dan ringan dalam menjalankan perintah Alloh dan menjauhi larangan-Nya, termasuk didalamnya adalah aqidah dan ibadah


  1. Rumusan Masalah

  1. Bagaiamana Pengertian Al Yaqinu la Yuzalu Bi al-Syak?

  2. Apa saja Macam-macam Kaidah Cabang Al Yaqinu la Yuzalu Bi al-Syak?

  3. Bagaimana Penerapan dari Kaidah Cabang Al Yaqinu la Yuzalu Bi al-Syak?


BAB II

PEMBAHASAN


  1. Pengertian Al Yaqinu la Yuzalu Bi al-Syak

Al-Yaqin menurut kebahasaan berarti: pengetahuan dan tidak ada keraguan didalamnya, sedangkan Asy-Syakk bisa diartikan sesuatu yang membingungkan.

Menurut istilah dari beberapa tokoh yakni :

  1. Menurut Imam Al-Jurjani Al-Yaqin adalah ”meyakini sesuatu bahwasanya ”begini” dengan berkeyakinan bahwa tidak mungkin ada kecuali dengan ”begini” cocok dengan realita yang ada, tanpa ada kemungkinan untuk menghilangkannya”.

  2. Imam Abu Al-Baqa’ Al-Yaqin adalah ”pengetahuan yang bersifat tetap dan pasti dan dibenarkan oleh hati dengan menyebutkan sebab-sebab tertentu dan tidak menerima sesuatu yang tidak bersifat pasti”.

  3. As-Suyuthi menyatakan Al-Yaqin adalah ”sesuatu yang tetap dan pasti yang dapat dibuktikan melalui penelitian dan menyertakan bukti-bukti yang mendukungnya”.

  4. Menurut Imam Al-Maqarri Asy-Syakk adalah ”sesuatu yang tidak menentu (meragukan) antara ada atau tidak ada”.

  5. Menurut Imam Al-Jurjani Asy-Syakk adalah ”sesuatu yang tidak menentu (meragukan) antara sesuatu yang saling berlawanan, tanpa dapat dimenangkan salah satunya”.1

Untuk bisa memahami kaidah ini, terlebih dahulu harus mengetahui, bahwa tingkat daya hati dalam menangkap sesuatu selalu berbeda-beda, yakni :

  1. Al Yakin

Secara bahasa: mengetahui dan hilangnya keraguan. Al Yakin merupakan kebalikan dari Al Syak. Bisa disimpulkan bahwa Al Yakin adalah bentuk penetapan dan penenangan atas sesuatu yang sekiranya tidak tersisa lagi keraguan. Keyakinan yang ada tidak bisa dihilangkan oleh keraguan yang baru datang, dan keyakinan semacam ini tidak bisa hilang kecuali dengan keyakinan yang sederajat.

  1. Ghalabah al Dzan

Ghalabatul al dzan bisa digambarkan ketika seseorang dihadapkan pada dua kemungkinan. Ia menduga salah satunya lebih unggul dan hatinya lebih condong untuk membuang salah satu lainnya yang lemah, maka yang lebih unggul disebut Ghalabatul al dzan.

  1. Al Dzan

Menurut para ahli fiqh jika salah satu dari dua kemungkinan itu lebih kuat dan bisa mengungguli yang lain, namun hati enggan mengambil yang kuat dan enggan juga membuang lainnya yang lemah maka inilah yang disebut al dzan. Sedangkan jika hati berpegang pada salahsatunya dan membuang yang lain maka disebut Ghalabatul al dzan

  1. Al syak

Al syak secara bahasa artinya ragu atau bingung. Secara terminologi, al syak adalah setara antara dua perkara, yaitu berhenti/tidak bisa menentukan diantara dua perkara dan hati tidak condong pada salahsatunya. Sementara Al Razi menjelaskan, ragu diantara dua perkara, jika keduanya seimbang, maka disebut Al Syak. Jika tidak seimbang, maka yang lebih unggul disebut dzan dan yang lemah disebut salah duga/al wahn.2


  1. Macam-macam Kaidah Cabang Al Yaqinu La Yuzalu Bi al-Syak Beserta Contoh Penerapannya

Dari kaidah Al Yaqinu La Yuzalu Bi al-Syak diatas kemudian dibagi menjadi kaidah-kaidah cabangnya yakni :

  1. الْأضصْلُ بَقاءُ مَاكَانَعَلَى مَاكَانَ (Asal itu tetap sebagaimana semula bagaimanapun keberadaannya)

Kaidah ini semakna pula dengan مَا ثَبَتَ بِزَمَنِ يُحْكَمُ ببَقَاءِهِ مَالَم يَقُمْ الدَّلِيْلُ عَلَى خِلَافِهِ (Apa yang ditetapkan berdasrkan waktu, maka hukumnya ditetapkan berdasarkan berlakunya waktu tersebut selama tidak ada dalil yang bertentangan dengannya)

Kaidah ini menjelaskan bahwa setiap perkara yang telah memiliki status hukum yang pasti sebelumnya, harus tetap dipertahankan sebagaimana kondisi hukum semula, hukum tersebut tidak bisa diubah, selama belum ada bukti kuat dan meyakinkan yang bisa mengubahnya.3

Misal :

  1. Aminah meyakini bahwa ia telah punya wudhu (suci), tetapi kemudian ia ragum apakah sudah batal atau belum. Berdasarkan kaidah ini ia tetap dihukumi punya wudhu. Sebab, sebelumya ia yakin bahwa ia telah berwudhu. Keyakinannya tersebut tidak bisa dihilangkan denga keraguannya yang mengatakan bahwa ia telah mengalami hadas.

  2. Fandi memiliki hutang kepada Anton. Fandi kemudian mengaku bahwa ia telah membayar hutang tersebut, tetapi anton tidak mengakuinya. Dalam hal ini, Fandi tetap dihukumi punya hutang, sampai ia benar-benar mampu membuktikan bahwa dirinya telah membayar hutangnya kepada Anton

  1. لْأَصْلُ بَرَءَةُ الذِمَّةِ (Hukum asal adalah bebasnya seseorang dari tanggung jawab)

Pada dasarnya manusia dilahirkan dalam keadaan bebas dari tuntutan, baik hal Allah maupun hak Adami. Setelah dia lahir muncullah hak dan kewajiban pada dirinya.4

Misal :

  1. Anak kecil bebas dari tanggung jawab melakukan kewajiban sampai ia baligh.

  2. Tidak ada hak dan kewajiban antara pria dan wanita yang bersifat pernikahan sampai ada bukti adanya akad nikah yang sah.

  1. الْأَصْلُ الْعَدَمُ (Hukum asal adalah ketiadaan)

Kaidah ini dapat lebih jelas dengan kaidah الْأَصْلُ فِي الصِّفَاتِ الْعأرِضَةِ الْعَدَمُ (hukum asal pada sifat-sifat yang datang kemudian adalah tidak ada)

Misal :

  1. Apabila terjadi persengketaan antara penjual dan pembeli tentang aib (cacat) barang yang diperjualbelikan, maka yang dianggap adalah perkataan si penjual, karena pada asalnya cacat iti tidak ada. Ada pula ulama’ yang menyatakan, karena hukum asalnya adalah akad jual beli telah terjadi. Sudah tentu ada kekecualian yaitu apabila si pembeli bisa memberikan bukti yang meyakinkan bahwa cacat barang itu telah ada ketika barang tersebut masih ditangan penjual.

  1. الْأَصْلُ فِي كُلِّ حَادِثِ تَقَدِّ رُهُ بِأَقْرَبِالزَّمَأنِ (Asal setiap kejadian dilihat dari waktu yang terdekat)

Kaidah diatas terdapat dalam kitab-kitab madzhab Syafi’i, sedangkan dalam kitab-kitab madzhab Hanafi juga terdapat الْأَصْلُ إِضَفَةُ الْحأدِثِ إِلَى أقْرَبَ أَوْقَاتِهِ (Hukum asal adalah penyandaran suatu peristiwa kepada waktu yang lebih dekat dengannya) secara substansi sama saja.


Apabila terjadi keraguan karena perbadaan waktu dalam suatu peristiwa, maka hukum yang ditetapkan adalah menurut waktu yang paling dekat kepada peristiwa tersebut, karena waktu yang paling dekat yang menjadikan peristiwa itu. Kecuali ada bukti lain yang meyakinkan bahawa peristiwa tersebut telah terjadi pada waktu yang lebih jauh.5

Misal :

  1. Seorang wanita sedang mengandung, ada yang memukul perutnya, kemudian keluarlah bayi dalm keadaan hidup dan sehat. Selang bebarapa bulan, bayi itu meninggal. Maka, meninggalnya bayi itu tidak disandarkan keapada pemukulan yang terjadi pada waktu yang lama, tetapi disebabkan hal lain yang merupakan waku paling dekat dengan keamtiannya.

  1. الْأَصْلُ فِي الْأَشْيَاءِ الْإِبَاحَةُ حَتَّى يَدُلَّ الدَّلِيْلُ عَلَى التَّحْرِيْمِ (Hukum asal segala sesuatu adalah kebolehan sampai ada dalil yang menunjukkan keharamannya)

Misal :

  1. Apabila ada binatang yang belum ada dalil yang tegas tentang keharamannya, maka hukumnya boleh dimakan.

Dikalangan madzhab Hanafi ada pula الْأَصْلُ فِي الْأَشْيَاءِ الْحَظَرُ (Hukum asal segala sesuatu adalah larangan[haram])

Kaidah ini hanya berlaku untuk bidang fiqh mu’amalah, sedangkan untuk fiqh ibadah digunakan kaidah الْأَصْلُ فِي الْعِبَدَةِ الْمبُطْلَانُحَتَّى يَقُمَ الدَّلِيْلُ عَلَى الْأَمْرِ (Hukum asal ibadah mahdhah adalah batal sampai ada dalil yang memerintahkannya), kaidah ini semakna dengan لَاحُكْمُ لِلْأَفْعَالِ قَبْل وُرُوْدِ الشَّرْعِ (Tidak ada hukum terhadap suatu perbuatan sampai datangnya syari’ah) dan kaidah الْمَشْكُوْكُ فِي وُجُوْبِهِ لَا يَجِبُ فِعْلُهُ (Yang meragukan tentang hukum wajibnya, maka tidak wajib dilakukan).6


  1. الْيَقِنُ يُزَالُ بالْيَقِيْنِ مِثْلِهِ (Apa yang yakin bisa hilang karena adanya bukti yang meyakinkan pula)

Misal :

  1. Kita berpraduka tidak bersalah kepada seseorang, tetapi kemudian ternyata orang tersebut tertangkap sedang melakukan kejahatan, maka orang tersebut adalah bersalah dan harus dihukum.

  2. Si A berhutang kepada si B, tetapi kemudian ada bukti bahwa si A telah membayar utangnya kepada si B, misalnya ada kuitansi yang ditandatangani si B yang menyatakan bahwa hutang A sudah lunas. Maka, si A yang tadinya berhutang, sekarang sudah bebas dari hutangnya.

  1. أَنْ مَاثَبَتَ يَقِيْنٍ لَا يُرْتَفَعُ إِلَّا يَقِيْنٍ (Apa yang ditetapkan atas dasar keyakinan tidak bisa hilang kecuali dengan keyakinan lagi)

Thawaf ditetapkan dengan dasar dalil yang meyakinkan yaitu harus tujuh putaran. Kemudian dalam keadaan thowaf, seseorang ragu apakah yang dilakukannya putaran keenam atau kelima. Maka yang meyakinkan adalah jumlah yang kelima. Jadi dalam hal yang berhubungan dengan bilangan, apabila seseorang itu ragu, maka bilangan yang terkecil itulah yang meyakinkan.7

  1. الْأَصْلُ فِي الْكَلَامِ الحَقِيْقَةُ (Hukum asal dari suatu kalimat adalah arti yang sebenarnya)

Kaidah teresebut lebih dekat dimasukkan ke dalam kelompok kaidah ushul daripada kaidah fiqh. Alasannya, kaidah tersebut berkenaan dengan kebahasaan. Sedangkan kaidah-kaidah bahasa berhubungan erat dengan arti yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.8

Misal :

  1. Apabila seseorang berkata:”Saya mau mewakafkan harta saya kepada anak Kyai Ahmad”. Maka anak dalam kalimat tersebut adalah anak yang sesungguhnya, bukan anak pungut dan bukan pula cucu. Demikian pula kata-kata hibah, jual beli, sewa-menyewa, gadai dan lain-lainnya di dalam akad harus diartikan dahulu dengan arti kata yang sebenarnya, bukan arti kiasannya.

  1. الْأَصْلُ فِي الْأَبْضَاعِ التَّحْرِيْمُ (Hukum asal bersenggama adalah haram)

Persoalan lain yang menurut fikih (Islam) memiliki hukum asal haram adalah melakukan persetubuhan (senggama). Dalam kaidah ini disebutkan bahwa ketentuan dasar melakukan persetubuhan dengan perempuan adalah haram, kecuali dengan ada sebab yang diyakininya bisa menghalalkannya, yakni pernikahan.9

Misal :

  1. Arfan ragu mengenai sah tidaknya akad nikahnya dengan Ani. Karena Arfan meragukan salah satu dari syarat nikah, maka ia tidak boleh berhubungan badan dengan Ani. Sebab, hukum asal melakukan hubungan badan adalah haram.

Qadhi Abd al-Wahhab al-Maliki menyebutkan dua kaidah lagi yang berhubuingan dengan “Al Yaqin la Yuzal bi al-Syak”, yakni sebagai berikut :

  1. لَاعِبْرَةُ بِالظَّنِّ الَّذِي يَظْهَرُ خَطَاءُهُ (Tidak dianggap [diakui], persangkaan yang jelas salahnya)

Apabila seorang debitor telah membayar hutangnya kepada kreditor, kemudian wakil debitor atau penanggungjawabnya membayar lagi uang debitor atas sangkaan bahwa hutang belum dibayar oleh debitor, maka wakil debitor atau penanggungjawabnya berhak meminta dikembalikan uang yang dibayarkannya, karena pembayarannya dilakukan atas dasar prasangka yang jelas salahnya.

  1. لَا عِبْرَةُ لِلتَّوَهُّمِ (Tidak diakui adanya wahan[kira-kira])

Bedanya zhann dan wahann adalah di dalam zhann yang salah itu persangkaannya. Sedangkan dalam wahann, yangsalah itu zatnya. Apabila seseorang meningal dengan meninggalkan sejumlah ahli waris, maka harta warisan dibagikan diantara mereka, tidak diakui ahli waris yang dikira-kira.10


BAB III

KESIMPULAN

Al Yaqinu la Yuzalu Bi al-Syak (Keyakinan tidak bisa dihapus dengan keraguan) memiliki dua kata dasar yang utama yakni al-Yaqin yang berarti pengetahuan dan tidak ada keraguan didalamnya, sedangkan al-Syakk bisa diartikan sesuatu yang membingungkan. Sedangkan tingkat daya hati dalam menangkap sesuatu ada empat yakni Al Yakin, Ghalabah al Dzan, Al Dzan dan Al syak.

Sedangkan Macam-macam Kaidah Cabang Al Yaqinu La Yuzalu Bi al-Syak dibagi menjadi sebagai berikut :

  1. الْأضصْلُ بَقاءُ مَاكَانَعَلَى مَاكَانَ (Asal itu tetap sebagaimana semula bagaimanapun keberadaannya)

  2. لْأَصْلُ بَرَءَةُ الذِمَّةِ (Hukum asal adalah bebasnya seseorang dari tanggung jawab)

  3. الْأَصْلُ الْعَدَمُ (Hukum asal adalah ketiadaan)

  4. الْأَصْلُ فِي كُلِّ حَادِثِ تَقَدِّ رُهُ بِأَقْرَبِالزَّمَأنِ (Asal setiap kejadian dilihat dari waktu yang terdekat)

  5. الْأَصْلُ فِي الْأَشْيَاءِ الْإِبَاحَةُ حَتَّى يَدُلَّ الدَّلِيْلُ عَلَى التَّحْرِيْمِ (Hukum asal segala sesuatu adalah kebolehan sampai ada dalil yang menunjukkan keharamannya)

  6. الْيَقِنُ يُزَالُ بالْيَقِيْنِ مِثْلِهِ (Apa yang yakin bisa hilang karena adanya bukti yang meyakinkan pula)

  7. أَنْ مَاثَبَتَ يَقِيْنٍ لَا يُرْتَفَعُ إِلَّا يَقِيْنٍ (Apa yang ditetapkan atas dasar keyakinan tidak bisa hilang kecuali dengan keyakinan lagi)

  8. الْأَصْلُ فِي الْكَلَامِ الحَقِيْقَةُ (Hukum asal dari suatu kalimat adalah arti yang sebenarnya)

  9. الْأَصْلُ فِي الْأَبْضَاعِ التَّحْرِيْمُ (Hukum asal bersenggama adalah haram)

  10. لَاعِبْرَةُ بِالظَّنِّ الَّذِي يَظْهَرُ خَطَاءُهُ (Tidak dianggap [diakui], persangkaan yang jelas salahnya)

  11. لَا عِبْرَةُ لِلتَّوَهُّمِ (Tidak diakui adanya wahan[kira-kira])



DAFTAR PUSTAKA


Abbas, Ahmad Suddirman,” Qawa’id fiqhiyyah, dalam prespektif fiqh”,(Online),(http:// ibutina.com/2010/05/qa'idah-fiqhiyyah-kedua/),diakses tanggal 11 April 2011.

Ash Shiddieqy, Tengku Muhammad.Falsafah Hukum Islam.Semarang:Pustaka Rizki Putra,2001.

Burhanuddin.Fiqih Ibadah.Bandung:Pustaka Setia,2001.

Djazuli, A.Kaidah-Kaidah Fikih:Kaidah-Kaidah Hukum Islam Dalam Menyelesaikan Masalah-Masalah Yang Praktis.Jakarta:Kencana,2006.

Fadal, Kurdi.Kaidah-Kaidah Fikih.Jakarta:Arta Rivera,2008.

"Menjelajah Luasnya Dunia Ushul Fiqih",(Online), (http://fahruddinas.blogspot.com/ 2011/02/kaidah -al-yaqin-la-yazulu-bi-asy-syakki.html),11,02,2011,diakses 11 April 2011.

Rohana, Ade.Ilmu Qowa’id Fiqhiyyah:Kaidah-kaidah Hukum Islam.Jakarta:Gaya Media Pratama,2008.

Saebani, Beni Ahmad.Filsafat Hukum Islam.Bandung:Pustaka Setia,2007.


End note


"Menjelajah Luasnya Dunia Ushul Fiqih",http://fahruddinas.blogspot.com/2011/02/kaidah -al-yaqin-la-yazulu-bi-asy-syakki.html,11 Februari 2011,Diakses 11 April 2011.

2 Ahmad Suddirman Abbas,” Qawa’id fiqhiyyah, dalam prespektif fiqh”,http://ibutina.com/2010/05/ qa'idah-fiqhiyyah-kedua/,17-05-2010,diakses tanggal 11 April 2011.

3 Kurdi Fadal.Kaidah-kaidah Fikih(Jakarta Barat:Artha Rivera,2008),36.

4 A Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih:Kaidah-Kaidah Hukum Islam Dalam Menyelesaikan Masalah-Masalah Yang Praktis(Jakarta:Kencana,2006),48.

5 Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih.,51.

6 Ibid,52.

7 Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih.,48.

8 Ibid,53.

9 Fadal.Kaidah-kaidah.,47.

10 Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih.,54.

Design by WPThemesExpert | Blogger Template by BlogTemplate4U