Kesuksesan Adalah Milikku. Aku Akan Mendapatkanmu Walau Kemanapun Itu. Akan Kukejar Kamu Sampai Kemanapun Itu. Karena Kesuksesan Adalah Hak ku.

Asuransi

Makalah Asuransi (Doc)

ASURANSI
DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM

Tugas Makalah Laporan ini Disusun Sebagai Tugas Akhir Semester
Mata Kuliah “Masail Fiqhiyah”


Dosen Pengampu :
H Abbas Sofwam, L.L.M


Disusun Oleh :
M Rendy Bagus Yahya (9.321.117.08)
Mochamad Badrusalim (9.321.052.08)
Jamilah (9.321.032.08)
Ihwan Darmawan (9.321.104.08)
Achmad Sodiqin (9.321.007.07)

Jurusan Tarbiyah-Prodi Pendidikan Agama Islam
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) KEDIRI
2010
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Hukum Islam telah dikenal dalam tataran kehidupan manusia sejak ber abad-abad yang lalu. Pada masa awal Islam, dimana kekuatan hukum Islam masih ada di tangan pertama (pengemban amanat Illahi, Nabi Muhammad SAW) corak dan karatristik hukum Islam masih diwarnai oleh proses pembentukan dan kelahirannya.
Pada masa awal dan pertengahan, posisi hukum Islammempunyai kedudukan yang sangat tinggi dalam tatanan masyarakat. Lebih jauh lagi, pada era modern ini, perkembangan dan pertumbuhan masyarakat sangat cepat sekali. Masalah yang timbul juga banyak dan tak terduga. Masalah-masalah kontemporer bermunculan banyak sekali, bak jamur di musim hujan.
Diantara isu-isu kajian hukum yang muncul pada era komputerisasi ini adalah masalah asuransi. Yang mana asuransi sebagai lemabaga keuangan nonbank, teroganisir secara rapi dalam bentuk sebuah perusahaan yang berorientasi pada aspek bisnis kelihatan sangat nyata.
Dalam hal ini, hukum Islam mengemban misi untuk melakukan sebuah proyek besar Islamisasi ataupun menggali nilai-nilai yang ada dalam al-Qur’an dan Sunnah dalam bentuk perangkat asuransi modern yang selaras dengan nilai-nilai ajaran Islam.

B.Rumusan Masalah
1.Bagaimana Sejarah, Pengertian, Prinsip dan Macam-Macam Asuransi?
2.Bagaimana Perbedaan Asuransi Konvensional dengan Asuransi Syari’ah?
3.Bagaimana Asuransi Menurut Pandangan Hukum Islam ?


BAB II
PEMBAHASAN

A.Sejarah, Pengertian, Prinsip dan Macam-Macam Asuransi
Sejarah
Asuransi pertama kali muncul dalam bentuk asuransi perjalanan di lautan yang muncul pada abad 14 Masehi. Namun asuransi ini memiliki akar sejarah semenjak sebelum Masehi, yaitu bahwa seseorang meminjamkan sejumlah harta riba untuk kapal yang akan berlayar, jika kapal itu hancur, maka pinjaman itu hilang. Jika kapal selamat, maka pinjaman itu dikembalikan dengan riba (tambahan) yang disepakati. Kapal itu digadaikan sementara sebagai jaminan pengembalian hutang dan ribanya.
Demikianlah asal muasal perusahaan asuransi yang merupakan perjanjian yang bersifat riba, berdasarkan unsur perjudian dan menghadang bahaya. Asuransi tetap seperti ini sebagaimana muncul pertama kali.
Kemudian muncul asuransi di daratan di kalangan bangsa Inggris pada abad 17 Masehi. Bentuk asuransi yang pertama kali muncul adalah asuransi kebakaran. Hal ini muncul setelah kejadian kebakaran hebat di kota London pada tahun 1666 Masehi. Lebih dari 13 ribu rumah dan sekitar 100 gereja menjadi korban kebakaran. Kemudian asuransi kebakaran ini menyebar di banyak negara di luar Inggris pada abad 18 Masehi, khususnya di Jerman, Perancis, dan Amerika Serikat. Kemudian asuransi semakin menyebar dan bertambah jenis-jenisnya, khususnya pada abad 20 Masehi.1

Pengertian
Kata asuransi berasal dari bahasa belanda, assurantie, yang dalam hukum Belanda disebut verzekering yang berarti pertanggungan. Dari istilah assurantie kemudoian muncul istilah assuradeur bagi penanggung dan geassureerde bagi tertanggung.2
Devinisi asuransi (konvensional), menurut Robert I Mehr adalah a device for reducing risk by combining a sufficient number of exposure units to make their individual losses collectively predictable. The predictable loss is then shared by or distributed roportionaly among all units in the combination (suatu alat untuk menmgurangi resiko dengan menggabungkan sejumlah unit-unit yang beresiko agar kerugian individu secara kolektif dapat diprediksi. Kerugian yang dapat diprediksi tersebut kemudian dibagi dan didistribusikan secara proporsional dai antara semua unit-unit dalam gabungan tersebut). Sedangkan C Arthur William Jr dan Richard M Heins melihat asuransi dari dua sudut pandang, pertama adalah insurance is the protection agains financial loss by insurer (asuransi adalah perlindungan terhadap resiko financial oleh penanggung), kedua yaitu insurance is a device by means of which the risks of two or more persons or firms are combined through actual or promised contributions to a fund out of which claimants are paid (asuransi adalah alat yang mana resiko dua orang atau lebih atau perusahaan-perusahaan digabungkan melalui kontribusi premi yang pasti atau yang ditentukan sebagai dana yang dipakai untuk membayar klaim).3
Asuransi dalam hal hukum dan ekonomi adalah suatu bentuk dari manajemen risiko terutama digunakan untuk lindung nilai terhadap risiko kerugian kontingen. Secara sempit asuransi adalah sebuah sistem untuk merendahkan kehilangan finansial dengan menyalurkan risiko kehilangan dari seseorang atau badan ke lainnya.
Asuransi dalam Undang-Undang No.2 Th 1992 tentang usaha peransuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum pihak ke tiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.4
Badan yang menyalurkan risiko disebut "tertanggung", dan badan yang menerima risiko disebut "penanggung". Perjanjian antara kedua badan ini disebut kebijakan: ini adalah sebuah kontrak legal yang menjelaskan setiap istilah dan kondisi yang dilindungi. Biaya yang dibayar oleh "tetanggung" kepada "penanggung" untuk risiko yang ditanggung disebut "premi". Ini biasanya ditentukan oleh "penanggung" untuk dana yang bisa diklaim di masa depan, biaya administratif, dan keuntungan.
Contohnya, seorang pasangan membeli rumah seharga Rp. 100 juta. Mengetahui bahwa kehilangan rumah mereka akan membawa mereka kepada kehancuran finansial, mereka mengambil perlindungan asuransi dalam bentuk kebijakan kepemilikan rumah. Kebijakan tersebut akan membayar penggantian atau perbaikan rumah mereka bila terjadi bencana. Perusahaan asuransi mengenai mereka premi sebesar Rp1 juta per tahun. Risiko kehilangan rumah telah disalurkan dari pemilik rumah ke perusahaan asuransi.5

Prinsip dasar asuransi
Dalam dunia asuransi ada 6 macam prinsip dasar yang harus dipenuhi, yaitu :
Insurable interest Hak untuk mengasuransikan, yang timbul dari suatu hubungan keuangan, antara tertanggung dengan yang diasuransikan dan diakui secara hukum.
Utmost good faith Suatu tindakan untuk mengungkapkan secara akurat dan lengkap, semua fakta yang material (material fact) mengenai sesuatu yang akan diasuransikan baik diminta maupun tidak. Artinya adalah : si penanggung harus dengan jujur menerangkan dengan jelas segala sesuatu tentang luasnya syarat/kondisi dari asuransi dan si tertanggung juga harus memberikan keterangan yang jelas dan benar atas obyek atau kepentingan yang dipertanggungkan.
Proximate cause Suatu penyebab aktif, efisien yang menimbulkan rantaian kejadian yang menimbulkan suatu akibat tanpa adanya intervensi suatu yang mulai dan secara aktif dari sumber yang baru dan independen.
Indemnity Suatu mekanisme dimana penanggung menyediakan kompensasi finansial dalam upayanya menempatkan tertanggung dalam posisi keuangan yang ia miliki sesaat sebelum terjadinya kerugian (KUHD pasal 252, 253 dan dipertegas dalam pasal 278).
Subrogation Pengalihan hak tuntut dari tertanggung kepada penanggung setelah klaim dibayar.
Contribution Hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya yang sama-sama menanggung, tetapi tidak harus sama kewajibannya terhadap tertanggung untuk ikut memberikan indemnity.

Macam-macam asuransi
Asuransi Konvensional
Ciri-ciri Asuransi konvensional Ada beberapa ciri yang dimiliki asuransi konvensional, diantaranya adalah:
Akad asurab si konvensianal adalah akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi kedua balah pihak, pihak penanggung dan pihak tertanggung. Kedua kewajiban ini adalah keawajiban tertanggung menbayar primi-premi asuransi dan kewajiban penanggung membayar uang asuransi jika terjadi perietiwa yang diasuransikan.
Akad asuransi ini adalah akad mu’awadhah, yaitu akad yang didalamnya kedua orang yang berakad dapat mengambil pengganti dari apa yang telah diberikannya.
Akad asuransi ini adalah akad gharar karena masing-masing dari kedua belah pihak penanggung dan tertanggung pada eaktu melangsungkan akad tidak mengetahui jumlah yang ia berikan dan jumlah yang dia ambil.
Akad asuransi ini adalah akad idz’an (penundukan) pihak yang kuat adalah perusahan asuransi karena dialah yang menentukan syarat-syarat yang tidak dimiliki tertanggung,

Asuransi Syariah
Prinsip-prinsip dasar asuransi syariah
Suatu asuransi diperbolehkan secara syar’i, jika tidak menyimpang dari prinsip-prinsip dan aturan-aturan syariat Islam. Untuk itu dalam muamalah tersebut harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
Asuransi syariah harus dibangun atas dasar taawun (kerja sama ), tolong menolong, saling menjamin, tidak berorentasi bisnis atau keuntungan materi semata. Allah SWT berfirman,” Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan.”
Asuransi syariat tidak bersifat mu’awadhoh, tetapi tabarru’ atau mudhorobah.
Sumbangan (tabarru’) sama dengan hibah (pemberian), oleh karena itu haram hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi peristiwa, maka diselesaikan menurut syariat.
Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan, harus disertai dengan niat membantu demi menegakan prinsip ukhuwah. Kemudian dari uang yang terkumpul itu diambilah sejumlah uang guna membantu orang yang sangat memerlukan.
Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan tujuan supaya ia mendapat imbalan yang berlipat bila terkena suatu musibah. Akan tetepi ia diberi uang jamaah sebagai ganti atas kerugian itu menurut izin yang diberikan oleh jamaah.
Apabila uang itu akan dikembangkan, maka harus dijalankan menurut aturan syar’i.

Ciri-ciri Asuransi syariah
Asuransi syari’ah memiliki beberapa ciri, diantaranya adalah Sbb:
Akad asuransi syari’ah adalah bersifat tabarru’, sumbangan yang diberikan tidak boleh ditarik kembali. Atau jika tidak tabarru’, maka andil yang dibayarkan akan berupa tabungan yang akan diterima jika terjadi peristiwa, atau akan diambil jika akad berhenti sesuai dengan kesepakatan, dengan tidak kurang dan tidak lebih. Atau jika lebih maka kelebihan itu adalah kentungan hasil mudhorobah bukan riba.
Akad asuransi ini bukan akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi kedua belah pihak. Karena pihak anggota ketika memberikan sumbangan tidak bertujuan untuk mendapat imbalan, dan kalau ada imbalan, sesungguhnya imbalan tersebut didapat melalui izin yang diberikan oleh jama’ah (seluruh peserta asuransi atau pengurus yang ditunjuk bersama).
Dalam asuransi syari’ah tidak ada pihak yang lebih kuat karena semua keputusan dan aturan-aturan diambil menurut izin jama’ah seperti dalam asuransi takaful.
Akad asuransi syari’ah bersih dari gharar dan riba.
Asuransi syariah bernuansa kekeluargaan yang kental.

Manfaat asuransi syariah
Berikut ini beberapa manfaat yang dapat dipetik dalam menggunakan asuransi syariah, yaitu:
Tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa sepenanggungan di antara anggota.
Implementasi dari anjuran Rasulullah SAW agar umat Islam salimg tolong menolong.
Jauh dari bentuk-bentuk muamalat yang dilarang syariat.
Secara umum dapat memberikan perlindungan-perlindungan dari resiko kerugian yang diderita satu pihak.
Juga meningkatkan efesiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu, dan biaya.
Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu, dan tidak perlu mengganti/ membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tertentu dan tidak pasti.
Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar pada pihak asuransi akan dikembalikan saat terjadi peristiwa atau berhentinya akad.
Menutup Loss of corning power seseorang atau badan usaha pada saat ia tidak dapat berfungsi (bekerja).
Mekanisme Kerja Asuransi Syari’ah Umum.6


Pengelolaan Dana Asuransi Syari’ah Umum.7


B.Asuransi Konvensional Vs Asuransi Syari’ah
Persamaan antara asuransi konvensional dan asuransi syari’ah. Jika diamati dengan seksama, ditemukan titik-titik kesamaan antara asuransi konvensional dengan asuransi syariah, diantaranya sbb:
Akad kedua asuransi ini berdasarkan keridloan dari masing-masing pihak.
Kedua-duanya memberikan jaminan keamanan bagi para anggota
Kedua asuransi ini memiliki akad yang bersifad mustamir (terus)
Kedua-duanya berjalan sesuai dengan kesepakatan masing-masing pihak.

Perbedaan antara asuransi konvensional dan asuransi syariah. Dibandingkan asuransi konvensional, asuransi syariah memiliki perbedaan mendasar dalam beberapa hal.
Keberadaan Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi manajemen, produk serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat Islam. Adapun dalam asuransi konvensional, maka hal itu tidak mendapat perhatian.
Prinsip akad asuransi syariah adalah takafuli (tolong-menolong). Yaitu nasabah yang satu menolong nasabah yang lain yang tengah mengalami kesulitan. Sedangkan akad asuransi konvensional bersifat tadabuli (jual-beli antara nasabah dengan perusahaan).
Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi) diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharobah). Sedangkan pada asuransi konvensional, investasi dana dilakukan pada sembarang sektor dengan sistem bunga.
Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan pada asuransi konvensional, premi menjadi milik perusahaan dan perusahaan-lah yang memiliki otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan pengelolaan dana tersebut.
Untuk kepentingan pembayaran klaim nasabah, dana diambil dari rekening tabarru (dana sosial) seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk keperluan tolong-menolong bila ada peserta yang terkena musibah. Sedangkan dalam asuransi konvensional, dana pembayaran klaim diambil dari rekening milik perusahaan.
Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik dana dengan perusahaan selaku pengelola, dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan dalam asuransi konvensional, keuntungan sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika tak ada klaim, nasabah tak memperoleh apa-apa.
Dari perbandingan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa asuransi konvensional tidak memenuhi standar syar’i yang bisa dijadikan objek muamalah yang syah bagi kaum muslimin. Hal itu dikarenakan banyaknya penyimpangan-penyimpangan syariat yang ada dalam asuransi tersebut.
Oleh karena itu hendaklah kaum muslimin menjauhi dari bermuamalah yang menggunakan model-model asuransi yang menyimpang tersebut, serta menggantinya dengan asuransi yang senafas dengan prinsip-prinsip muamalah yang telah dijelaskan oleh syariat Islam seperti bentuk-bentuk asuransi syariah yang telah kami paparkan di muka.

C.Asuransi Menurut Pandangan Hukum Islam
Asuransi dalam Sudut Pandang Hukum Islam Mengingat masalah asuransi ini sudah memasyarakat di Indonesia dan diperkirakan ummat Islam banyak terlibat di dalamnya, maka permasalahan tersebut perlu juga ditinjau dari sudut pandang agama Islam.
Definisi asuransi adalah sebuah akad yang mengharuskan perusahaan asuransi (muammin) untuk memberikan kepada nasabah/klien-nya (muamman) sejumlah harta sebagai konsekuensi dari pada akad itu, baik itu berbentuk imbalan, Gaji atau ganti rugi barang dalam bentuk apapun ketika terjadibencana maupun kecelakaan atau terbuktinya sebuah bahaya sebagaimana tertera dalam akad (transaksi), sebagai imbalan uang (premi) yang dibayarkan secara rutin dan berkala atau secara kontan dari klien/nasabah tersebut (muamman) kepada perusahaan asuransi (muammin) di saat hidupnya.
Berdasarkan definisi di atas dapat dikatakan bahwa asuransi merupakan salah satu cara pembayaran ganti rugi kepada pihak yang mengalami musibah, yang dananya diambil dari iuran premi seluruh peserta asuransi.
Beberapa istilah asuransi yang digunakan antara lain:
1.Tertanggung, yaitu anda atau badan hukum yang memiliki atau berkepentingan atas harta benda.
2.Penanggung, dalam hal ini Perusahaan Asuransi, merupakan pihak yang menerima premi asuransi dari Tertanggung dan menanggung risiko atas kerugian/musibah yang menimpa harta benda yang diasuransikan.
Di kalangan ummat Islam ada anggapan bahwa asuransi itu tidak Islami. Orang yang melakukan asuransi sama halnya dengan orang yang mengingkari rahmat Allah. Allah-lah yang menentukan segala-segalanya dan memberikan rezeki kepada makhluk-Nya, sebagaimana firman Allah SWT
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
“Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)..” (Q. S. Hud: 6)
...وَمَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَئِلَهٌ مَعَ ....
“……dan siapa (pula) yang memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada Tuhan (yang lain)?……” (Q. S. An-Naml: 64)
وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيهَا مَعَايِشَ وَمَنْ لَسْتُمْ لَهُ بِرَازِقِينَ
“Dan kami telah menjadikan untukmu dibumi keperluan-keprluan hidup, dan (kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya.” (Q. S. Al-Hijr: 20)
Dari ketiga ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah sebenarnya telah menyiapkan segala-galanya untuk keperluan semua makhluk-Nya, termasuk manusia sebagai khalifah di muka bumi. Allah telah menyiapkan bahan mentah, bukan bahan matang. Manusia masih perlu mengolahnya, mencarinya dan mengikhtiarkannya.
Melibatkan diri ke dalam asuransi ini, adalah merupakan salah satu ikhtiar untuk mengahadapi masa depan dan masa tua. Namun karena masalah asuransi ini tidak dijelaskan secara tegas dalam nash, maka masalahnya dipandang sebagai masalah ijtihadi, yaitu masalah yang mungkin masih diperdebatkan dan tentunya perbedaan pendapat sukar dihindari.
Ada beberapa pandangan atau pendapat mengenai asuransi ditinjau dari fiqh Islam. Yang paling mengemuka perbedaan tersebut terbagi tiga, yaitu:
1.Asuransi konvensional itu haram dalam segala macam bentuknya, temasuk asuransi jiwa
Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqii (mufti Yordania), Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muth‘i (mufti Mesir”). Alasan-alasan yang mereka kemukakan ialah:
Asuransi sama dengan judi
Asuransi mengandung ungur-unsur tidak pasti.
Asuransi mengandung unsur riba/renten.
Asurnsi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis, apabila tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah dibayar atau di kurangi.
Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba.
Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.
Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan mendahului takdir Allah.8
2.Asuransi konvensional diperbolehkan
Pendapat kedua ini dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa (guru besar Hukum Islam pada fakultas Syari‘ah Universitas Syria), Muhammad Yusuf Musa (guru besar Hukum Islam pada Universitas Cairo Mesir), dan Abd. Rakhman Isa (pengarang kitab al-Muamallha al-Haditsah wa Ahkamuha). Mereka beralasan:
Tidak ada nash (al-Qur‘an dan Sunnah) yang melarang asuransi.
Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak.
Saling menguntungkan kedua belah pihak.
Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat di investasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan pembangunan.
Asuransi termasuk akad mudhrabah (bagi hasil)
Asuransi termasuk koperasi (Syirkah Ta‘awuniyah).
Asuransi di analogikan (qiyaskan) dengan sistem pensiun seperti taspen.9
Pendapat yang kedua ini, yaitu yang membolehkan semua asuransi dalam prakteknya sekarang ini termasuk asuransi jiwa, dan lain-lain, karena selain alasan-alasan yang telah dikemukakan di atas, dapat diperkuat dengan alasan-alasan sebagai berikut:
a.Sesuai dengan kaidah hukum Islam
الأ صل فى العقود الإباحة يدل الدليل على تحريمها
Pada prinsipnya pada akd-akad itu boleh, sehingga ada dalil yang melarangnya
Bahkan terdapat ayat dan hadist yang memberikan isyarat/indikasi kehalalan asuransi jiwa, yakni al-Quran surat al-Nisa’ ayat 8, dan hadist nabi riwayat al-Bukhari dan Muslim dari sa’id bin Abi Waqas:
إنك أن تذر ورثتك أغنياء خير من أن تذرهم عالة يتكففون الناس
Sesungguhnya baik bagimu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kecukupan dari pada meninggalkan mereka menjadi beban tanggungan orang banyak.
b.Sesuai dengan tujuan pokok hukum Islam: untuk menarik/mencari kemaslahatan dan menolak/menghindari kerusakan/kerugian.
لجلب المصلحة ودفع المفسدة
c.Sesuai dengan kaidah hukum Islam:
إذاتعارض ضرران فضل أخفهما
Jika ada dua bahaya / resiko yang berhadapan (berat dan ringan), maka dahulukan bahaya yang ringan atau lebih ringan.
d.Asuransin tidak sama dengan judi, karena asuransi tidak bertujuan mengurangi resiko, bersifat sosial dan membawa maslahah bagi keluarga; sedangkan judi justru menciptakan resiko, tidak bersifat sosial, dan bisa membawa malapetaka bagi yang terkait dan keluarganya.
e.Asuransi dapat diperhitungkan secara matematik untung ruginya bagi perusahaan asuransi dan bagi pemegang polisnya, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan secara mutlak.
f.Sesuai dengan asas dan prinsip hukum Islam: meniadakan kesempitan dan kesukaran dan hidup bergotong royong.10
3.Asuransi yang bersifat sosial di perbolehkan dan yang bersifat komersial diharamkan
Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu Zahrah (guru besar Hukum Islam pada Universitas Cairo).
Alasan kelompok ketiga ini sama dengan kelompok pertama dalam asuransi yang bersifat komersial (haram) dan sama pula dengan alasan kelompok kedua, dalam asuransi yang bersifat sosial (boleh).
Alasan golongan yang mengatakan asuransi syubhat adalah karena tidak ada dalil yang tegas haram atau tidak haramnya asuransi itu.
Dan pada keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama ke-13 di Menes Banten pada tanggal 12 Juli 1938 dan Keputusan Koferensi besar Pengurus Besar Syiyah Nahdlatul Ulama ke-1 di jakarta pada tanggal 18-22 April 1960. yang berlandasan pada risalah Syekh Bhakhit Mufti Mesir dalam majalah Nurul Islam No. 6 Jilid 1, akhkamul fuqaha II soal nomor 256 dan Kitab al-Nahdlatul Islamiyah, 471-472, mengatakan bahwa segala macam asuransi dikategorikan sebagi judi dan hukumnya haram.11
Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa masalah asuransi yang berkembang dalam masyarakat pada saat ini, masih ada yang mempertanyakan dan mengundang keragu-raguan, sehingga sukar untuk menentukan, yang mana yang paling dekat kepada ketentuan hukum yang benar.
Untuk itu seorang muslim harus bijaksana dalam menghadapi masalah khilafiyah ini. Ia harus memiliki salah satu dari pendapat-pendapat ulama tersebut di atas, yang dipandangnya paling kuat dalil atau argumentasinya. Ia harus meninggalkan pendapat yang dipandang masih meragukan. Namun ia harus bersikap toleransi terhadap sesama Muslim yang berbeda pendapat nya. Hal ini sesuai dengan hadist Nabi Muhammad Saw.dari ibnu Umur12:
اختلاف أمتى رحمة
Perbedaan umatku itu rahmat
Yang dimaksud dengan perbedaan umat menjadi rahmat adalah perbedaan pendapat dalam masalah-masalah agama yang bersifat furu’iyyah, bukan masalah-masalah usuliyah (pokok ajaran Islam).
Namun, mengingat kenyataan masih adanya berbagai pendapat terhadap asuransi jiwa dan lain-lain dikalangan ulama cendekiawan muslim, maka sesuai dengan kaidah hukum Islam:
الخرج من الخلاف مستحب
Keluar atau menghindari dari perbedaan pendapat itu disunnahkan
Dalam keadaan begini, sebaiknya berpegang kepada sabda Nabi Muhammad SAW:
دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لَا يَرِيبُكَ
“Tinggalkan apa yang masih bimbang bagimu menuju hal yang tidak membimbangkanmu (Muttafaqun’alaih)13

BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Asuransi adalah sebuah akad yang mengharuskan perusahaan asuransi (muammin) untuk memberikan kepada nasabah/klien-nya (muamman) sejumlah harta sebagai konsekuensi dari pada akad itu, baik itu berbentuk imbalan, Gaji atau ganti rugi barang dalam bentuk apapun ketika terjadibencana maupun kecelakaan atau terbuktinya sebuah bahaya sebagaimana tertera dalam akad (transaksi), sebagai imbalan uang (premi) yang dibayarkan secara rutin dan berkala atau secara kontan dari klien/nasabah tersebut (muamman) kepada perusahaan asuransi (muammin) di saat hidupnya.
Melihat dari perbandingan-perbandingan di atas dapat digaris bawahi bahwa asuransi konvensional tidak memenuhi standar syar’i yang bisa dijadikan objek muamalah yang syah bagi kaum muslimin. Hal itu dikarenakan banyaknya penyimpangan-penyimpangan syariat yang ada dalam asuransi tersebut.
Asuransi yang berkembang dalam masyarakat menurut prespektif pada saat ini, masih ada yang mempertanyakan dan mengundang keragu-raguan, sehingga sukar untuk menentukan, yang mana yang paling dekat kepada ketentuan hukum yang benar.

B.Saran
دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لَا يَرِيبُكَ
”Tinggalkan apa yang masih bimbang bagimu menuju hal yang tidak membimbangkanmu” (Muttafaqun’alaih)



DAFTAR PUSTAKA


Albak, Khutbuddin. Kajian Fiqh Kontemporer. Surabaya: Elkaf, 2006.

Ali, AM Hasan. Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam.Jakarta:Kencana,2004.

Al-Qardhawi, Yusuf. Halal dan Haram dalam Islam, (Pustaka Online Media ISNET : http://www.geocitiea.com/pakdenono/2006 ).

Atsari, Muslim. , www.ekonomisyariat.com (Artikel: July 10, 2009), diakses pada tanggal 10 Oktober 2010

http://id.wikipedia.org/wiki/Asuransi diakses pada tanggal 10 Oktober 2010

http://jacksite.wordpress.com/2007/07/11/hukum-asuransi-menurut-Islam/ diakses pada tanggal 10 Oktober 2010

Jaswari, Yadi. Asuransi Syariah. Bandung:Pustaka Bani Quraisy,2005.

Lajnah Ta’lif Wan Nasyr (LTN NU) Jawa Timur, Solusi Problematika Akatual Hukum Islam (Keputusan Muktamar, Munas dan Konber Nahdlatul Ulama 1926-1999 M).Surabaya: Diantama, 2004

Sula, Muhammad Syakir. Asuransi Syariah (Life and General): Konsep dan Sistem Operasional.Jakarta:Gema Insani,2004.

Syahatah, Husain Husain. Asuransi dalam Perspektif Syariah. Jakarta: Amzah,2006.

Yafei, Alie. Asuransi dalam Pandangan Islam, Menggagas Fiqh Sosial. Bandung:Mizan,1994.

0 komentar:

Post a Comment

Design by WPThemesExpert | Blogger Template by BlogTemplate4U