BAB II
PEMBAHASAN
Konsep Tuhan
dari sudut pemahaman anak-anak
Agar
memiliki akhlak dan moral yang baik, sejak dini anak sebaiknya sudah
dikenalkan kepada agama. Lantas, usia berapa yang pantas untuk
mengenalkan hakikat Tuhan kepada buah hati tercinta? Ada yang
berpendapat anak bisa diperkenalkan tentang konsep Tuhan ketika sudah
bisa diajak untuk berkomunikasi aktif (sekitar usia satu tahun).
Sering
terjadi kesalahan pada orang tua dalam mengenalkan Tuhan kepada
anak-anaknya dengan mengenalkan sifat-sifat Tuhan yang cenderung
dimata anak-anak sebagai sifat yang jahat. Sudah hal yang lumrah jika
seorang anak saat tersudut akan melakukan tindakan kebohongan,
sebagai orang tua juga sering terjadi agar
si anak tidak berbohong lagi akan berkata seperti ini,”Jangan
berbohong, nanti kalau berbohong Tuhan akan memasukkan ke dalam
neraka”. Apa yang terjadi? Tuhan demata anak-anak akan cenderung
menjadi sosok yang jahat, sosok yang tidak kasih sayang.
Nah
dalam memperkenalkan Tuhan kepada anak-anak sebaiknya dengan
mendahulukan sifat-sifat
Tuhan yang Penyayang, maha Pengasih, maha Pengampun, maha Pemaaf dan
lain sebagianya. Jadi agar anak-anak memahami Tuhan sebagai sosok
yang baik hati,
dan merekapun akan mencintai Tuhannya tersebut. Menurut psikolog Tika
Bisono bahwa jika mengenalkan Tuhan seolah sosok yang menyeramkan
kepada anak, malah bisa menyebabkan si anak jauh dari Tuhan.
Anak
kecil pada umur sekitar 3 – 5 tahunan, biasanya suka keluar
pertanyaan-pertanyaan yang bisa dibilang ajaib dan spontan, tapi
polos ! Nah sanking polosnya, terkadang orang tua yang kelabakan
mendengar pertanyaan anaknya, biasanya cari aman saja, dengan
menjawab seenaknya saja. Berikut beberapa pertanyaan dan kunci
jawaban terkait pemahaman seorang anak dengan kepolosan tingkat
pemahamannya.
“Bu,
Tuhan itu apa sih?”
Nak, Tuhan itu Yang
Menciptakan segala-galanya. Langit, bumi, laut, sungai, batu, kucing,
cicak, kodok, burung, semuanya, termasuk menciptakan nenek, kakek,
ayah, ibu, juga kamu.
“Bu,
bentuk Tuhan itu seperti apa?”
Bentuk Tuhan itu
seperti anu ..ini..atau itu….
Karena jawaban
seperti itu pasti salah dan menyesatkan!
Adek tahu ‘kan,
bentuk sungai, batu, kucing, kambing,..semuanya.. nah, bentuk Tuhan
itu tidak sama dengan apa pun yang pernah kamu lihat. Sebut saja
bentuk apa pun, bentuk Tuhan itu tidak sama dengan apa yang akan kamu
sebutkan.
Ucapkan dengan
menatap mata anak sambil tersenyum manis
فَاطِرُ
ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِۚ جَعَلَ
لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٲجً۬ا
وَمِنَ ٱلۡأَنۡعَـٰمِ أَزۡوَٲجً۬اۖ
يَذۡرَؤُكُمۡ فِيهِۚ لَيۡسَ كَمِثۡلِهِۦ
شَىۡءٌ۬ۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ
((١١
[Dia]
Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu
sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak
pasangan-pasangan [pula], dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan
jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah
Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Q.S. Asy-Syura:11)
“Bu,
Tuhan itu ada di mana?
Nak, Tuhan itu
ada di atas..di langit..atau di surga atau di
Arsy.
Jawaban
seperti ini menyesatkan logika anak karena di luar angkasa tidak
ada arah mata angin atas-bawah-kiri-kanan-depan-belakang. Lalu
jika Tuhan ada di langit, apakah di bumi Tuhan tidak ada? Jika
dikatakan di surga, berarti lebih besar surga daripada
Tuhan…berarti prinsip
Allahu
Akbar
itu bohong?
ثُمَّ
ٱسۡتَوَىٰ عَلَى ٱلۡعَرۡشِۚ
Dia bersemayam
di atas ’Arsy.
Ayat
ini adalah ayat mutasyabihat,
yaitu ayat yang wajib
dibelokkan tafsirnya.
Kalau
dalam pelajaran bahasa Indonesia, kita mengenal makna denotatif dan
konotatif, nah.. ayat mutasyabihat
ini tergolong makna yang konotatif.
“Nak,
Tuhan itu ada di mana-mana”
Dikhawatirkan anak
akan otomatis berpikiran Tuhan itu banyak dan terbagi-bagi,
seperti para freemason atau politeis Yunani Kuno.
Nak,
Tuhan itu dekat dengan kita. Tuhan itu selalu ada di hati setiap
orang yang saleh, termasuk di hati kamu, Sayang. Jadi, Tuhan selalu
ada bersamamu di mana pun kamu berada
“Qalbun
mukmin baitullah “,Hati seorang mukmin itu istana Allah.”
(Hadist)
وَإِذَا
سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي
قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا
دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُواْ لِي
وَلْيُؤْمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمْ
يَرْشُدُونَ
Dan
apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka
(jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat.(Q.S. Al-Baqarah (2) :
186)
وَهُوَ
مَعَكُمۡ أَيۡنَ مَا كُنتُمۡۚ
Dan Dia bersama kamu
di mana saja kamu berada.(Q.S. Al-Hadiid: 4)
وَلِلّهِ
الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا
تُوَلُّواْ فَثَمَّ وَجْهُ اللّهِ
Dan kepunyaan
Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah
wajah Allah. (Q.S. Al-Baqarah (2) : 115)
Tuhan
sering lho
bicara sama
kita..misalnya,
kalau kamu teringat untuk bantu Ibu dan Ayah, tidak berantem sama
kakak, adek atau teman, tidak malas belajar, tidak susah disuruh
makan,.. Nah, itulah bisikan Tuhan untukmu, Sayang
وَٱللَّهُ
يَهۡدِى مَن يَشَآءُ إِلَىٰ صِرَٲطٍ۬
مُّسۡتَقِيمٍ
Dan
Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan
yang lurus. (Q.S. Al-Baqarah: 213)
“Bu,
kenapa kita harus nyembah Tuhan?”
Karena kalau kamu
tidak menyembah Tuhan, kamu akan dimasukkan ke neraka. Kalau
kamu menyembah Tuhan, kamu akan dimasukkan ke surga
Jawaban
seperti ini akan membentuk paradigma (pola pikir) pamrih dalam
beribadah kepada Tuhan, bahkan menjadi benih syirik halus (khafi).
Hal ini juga yang menyebabkan banyak orang menjadi ateis karena
menurut akal mereka:
“Masak
sama Tuhan kayak dagang aja! Yang namanya Tuhan itu berarti butuh
penyembahan! Tuhan kayak
anak kecil aja, kalau diturutin maunya, surga; kalau gak diturutin,
neraka!!“
Orang yang menyembah
surga, ia mendambakan kenikmatannya, bukan mengharap Penciptanya.
Orang yang menyembah neraka, ia takut kepada neraka, bukan takut
kepada Penciptanya. (Syaikh Abdul Qadir al-Jailani)
Nak, kita menyembah
Tuhan sebagai wujud bersyukur karena Tuhan telah memberikan banyak
kebaikan dan kemudahan buat kita. Contohnya, Adek sekarang bisa
bernapas menghirup udara bebas, gratis lagi.. kalau mesti bayar, ‘kan
Ayah sama Ibu gak akan bisa bayar. Di sungai banyak ikan yang bisa
kita pancing untuk makan, atau untuk dijadikan ikan hias di akuarium.
Semua untuk kesenangan kita.
Kalau Adek gak
nyembah Tuhan, Adek yang rugi, bukan Tuhan. Misalnya, kalau Adek gak
nurut sama ibu-bapak guru di sekolah, Adek sendiri yang rugi, nilai
Adek jadi jelek. Isi rapor jadi kebakaran semua. Ibu-bapak guru tetap
saja guru, biar pun kamu dan teman-temanmu gak nurut sama ibu-bapak
guru.
إِنَّ
ٱللَّهَ لَغَنِىٌّ عَنِ ٱلۡعَـٰلَمِينَ
Sesungguhnya
Allah benar-benar
Maha Kaya [tidak memerlukan sesuatu] dari semesta alam.(Q.S.
Al-Ankabut: 6)
Katakan juga pada anak kita:
“Adek
mulai sekarang harus belajar cinta sama Tuhan, lebih daripada cinta
sama Ayah-Ibu, ya?!”
“Kenapa, Bu?”
“Karena suatu hari
Ayah sama Ibu bisa meninggal dunia, sedangkan Tuhan tidak pernah
mati. Nah, kalau suatu hari Ayah atau Ibu meninggal, kamu tidak boleh
merasa kesepian karena Tuhan selalu ada untuk kamu.”
“Nanti, Tuhan juga
akan mendatangkan orang-orang baik yang sayang sama Adek seperti
sayangnya Ayah sama Ibu. Misalnya, Paman, Bibi, atau para tetangga
yang baik hati, juga teman-temanmu.”
“Dan
mulai sekarang rajin-rajin belajar Iqra
supaya
nanti bisa mengaji Quran. Mengaji Quran artinya kita berbicara sama
Tuhan.“
Itulah beberapa
pemahaman anak tentang Tuhan, dengan semua kepolosan pemikirannya
anak memiliki arti sendiri tentang Tuhan. Sebagai orang tua tentunya
harus bisa meningkatkan pemahaman ini sesuai porsinya dengan
cara-cara yang tepat.
Cara-cara
memperkenalkan konsep Tuhan kepada anak-anak
Setelah mengetahui
bagaimana pemahaman anak-anak tentang Tuhan diatas, sekarang kita
bahas bagimana cara-cara yang tepat dalam memperkenalkan Tuhan kepada
anak, tentunya sesuai dengan tingkat pemahaman si anak tersebut.
Cara-cara
memperkenalkan Tuhan kepada si anak antara laian sebagai berikut :
Menurut
tulisan yang dikemukakan
oleh Mohammad
Fauzil Adhim,
ada beberapa poin penting dalam memperkenalkan Tuhan kepada
anak-anak, dentaranya dengan cara-cara :
Awali
Bayimu dengan Laa Ilaaha Illallah
Rasulullah saw. pernah
mengingatkan, “Awalilah bayi-bayimu dengan kalimat laa ilaaha
Illallah.” Kalimat suci inilah yang perlu kita kenalkan di awal
kehidupan bayi-bayi kita, sehingga membekas pada otaknya dan
menghidupkan cahaya hatinya.
Setidaknya
ada tiga hal yang perlu kita berikan kepada anak saat
mereka
mulai bisa kita ajak berbicara.
Pertama,
memperkenalkan Allah kepada anak melalui sifat-Nya yang pertama kali
dikenalkan, yakni al-Khaliq
(Maha Pencipta).
Kita tunjukkan kepada anak-anak kita bahwa kemana pun kita menghadap
wajah kita, di situ kita menemukan ciptaan Allah. Kita tumbuhkan
kesadaran dan kepekaan pada mereka, bahwa segala sesuatu yang ada di
sekelilingnya adalah ciptaan Allah. Semoga dengan demikian, akan
muncul kekaguman anak kepada Allah. Ia merasa kagum, sehingga
tergerak untuk tunduk kepada-Nya.
Kedua,
kita ajak anak
untuk mengenali dirinya dan mensyukuri nikmat yang melekat pada
anggota badannya. Dari sini kita ajak mereka
menyadari bahwa Allah Yang Menciptakan semua itu. Pelahan-lahan kita
rangsang mereka untuk menemukan amanah di balik kesempurnaan
penciptaan anggota badannya. Katakan, misalnya, pada anak yang
menjelang usia dua tahun, “Mana matanya? Wow, matanya dua, ya?
Berbinar-binar. Alhamdulillah, Allah ciptakan mata yang bagus untuk
Owi. Matanya buat apa, Nak?”
Secara bertahap, kita ajarkan
kepada anak proses penciptaan manusia. Tugas mengajarkan ini, kelak
ketika anak sudah memasuki bangku sekolah, dapat dijalankan oleh
orangtua bersama guru di sekolah. Selain merangsang kecerdasan
mereka, tujuan paling pokok adalah menumbuhkan kesadaran –bukan
hanya pengetahuan—bahwa ia ciptaan Allah dan karena itu harus
menggunakan hidupnya untuk Allah.
Ketiga,
memberi sentuhan kepada anak tentang sifat kedua yang pertama kali
diperkenalkan oleh Allah kepada kita, yakni
al-Karim.
Di dalam sifat ini
berhimpun dua keagungan, yakni kemuliaan dan kepemurahan. Kita asah
kepekaan anak untuk menangkap tanda-tanda kemuliaan dan sifat
pemurah Allah dalam kehidupan mereka sehari-hari, sehingga tumbuh
kecintaan dan pengharapan kepada Allah. Sesungguhnya manusia
cenderung mencintai mereka yang mencintai dirinya, cenderung
menyukai yang berbuat baik kepada dirinya dan memuliakan mereka yang
mulia.
Dalam sebuah
artikel yang ditulis oleh Beurin, bahwa cara-cara meningkatkan
spiritualitas pada anak sebagai berikut :
Tanamkan
nilai-nilai tauhidullah (keesaan Allah) sejak awal. Ma’rifatullah
(mengenal Allah) adalah tema pertama yang kita ajarkan kepada
anak-anak, tentu dengan bahasa dan contoh-contoh yang sederhana.
Agar terpatri dalam ruang pikirnya, siapa penciptanya, siapa pemberi
rizki, siapa pengatur hidup, siapa penguasa alam, siapa yang pantas
disembah, siapa yang menghidupkan dan mematikan, dll. Agar ia tidak
mudah ternoda oleh kepercayaan yang sifatnya tahayul, mitos, dan
khurafat, yang biasanya berkembang dan sangat mendarah daging di
masyarakat. Ajak anak untuk mengenal Alloh Swt Maha Pencipta dengan
menceritakan menggunakan alat peraga baik gambar atau memperhatikan
keadaan di lingkungan sekitar seperti burung, ular, serta hewan atau
lingkungan lainnya, atau tentang fakta penciptaan organ tubuh
seperti mata, hidung, telinga, dll.
Sejak dini juga
tanamkan pendidikan ma’rifaturrasul (mengenal Rasulullah), agar ia
memiliki teladan yang mampu menjadi pemandu hidupnya, dan tidak
salah pilih idola. Apalagi, saat ini banyak para artis, atau
tokoh-tokoh khayalan dan rekaan yang mencoba merebut hati para
anak-anak kita, baik cerita rakyat seperti Gatot Kaca atau dari
Barat seperti Superman, Batman, Satria Baja Hitam, Power Rangers.
Sekadar tahu tokoh-tokoh ini tidak ada masalah, namun jadi masalah
jika anak menjadikan mereka sebagai teladan hidupnya, dan melupakan
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Sejak dini juga
ditanamkan tarbiyah akhlaqiyah wa sulukiyah (pembinaan akhlak dan
perilaku). Agar anak menghormati orang tua dan yang lebih tua, atau
menyayanyi yang lebih muda. Agar anak tahu adab makan, minum,
berjalan, berpakaian, dan berbicara, serta adab-adab lainnya. Supaya
mereka menyayangi sahabat dan memaafkan musuh. Agar mereka tahu juga
batasan-batasan pergaulan dengan lawan jenis, agar tidak terjadi
fitnah dikemudian hari.
Sejak dini juga
diperkenalkan dengan tokoh-tokoh Islam, mulai para sahabat nabi,
para Imam dan ulama, para pahlawan dan mujahidin Islam, baik dalam
atau luar negeri. Bukan justru memperkenalkan mereka dengan bintang
film, penyanyi, pemain sepak bola, atau penghibur yang membuatnya
jauh dari Allah dan kewajiban-kewajiban agama.
Ajarkan anak untuk
berdoa sebelum melakukan aktivitas, sampaikan kepada mereka bahwa
berdoa berarti memohon pertolongan dan kelancaran kepada Allah SWT
atas aktivitas yang hendak dijalankan. Jangan lupa sesudahnya
mengucapkan kalimat hamdallah sebagai salah satu wujud kesyukuran.
Sebelum memulai seluruh aktivitas yang bersentuhan dengan proses
pembelajaran usahakan melakukan Kebulatan Tekad Pagi Hari. Hal ini
merupakan pengganti salam penghormatan kepada ilmu, biasakan anak
membaca kebulatan tekad sebelum pelajaran dimulai :
”Rodhiitu billahi
robba wa bil islami diinaa wabimuhammadin nabiyya wa rosuula”
”Kami rela Alloh
sebagai Rabb kami, Islam sebagai agama kami, dan Muhammad sebagai
Nabi dan Rasul kami.”
Bila melarang anak,
upayakan untuk tidak mengancamnya dengan dosa, neraka dan hal-hal
menakutkan lainnya. Pola pikir anak yang konkret operasional
cenderung sulit untuk memahami makna dosa, neraka, dsb. Cukup
berikan mereka penjelasan konkret yang dapat diterima oleh
pikirannya, misalnya untuk melarang anak mencuri, cukup berikan
mereka penjelasan bahwa hal tersebut dapat menyakiti orang lain
karena berarti mengambil hak yang bukan miliknya.
Apabila anak
melakukan kesalahan, bantu mereka untuk menemukan jalan untuk
memperbaiki kesalahannya, tanpa harus mengancam dengan dosa, neraka
dan sebagainya, karena hal tersebut akan membuat persepsi anak
negatif terhadap Islam.
Sertakan anak saat
menjalankan ibadah sehari-hari, seperti sholat berjamaah, kegiatan
pengajian, dsb. Jelaskan pula hikmah yang bisa mereka dapatkan dari
ibadah yang di jalankan. Dengan demikian, mereka akan semakin akrab
dengan aktivitas keagamaan.
Dalam memilih
hiburan, upayakan untuk memberikan anak tayangan-tayangan yang tidak
merusak aqidah. Hendaknya dirumah sering diperdengarkan ayat-ayat
Allah, lantunan ayat suci Al Qur’an baik dibaca sendiri oleh orang
tua, atau melalui kaset-kaset muratal para Imam Mesjid di Timur
Tengah. Ini lebih baik dan sangat baik demi keberkahan rumah dan
turunnya rahmat Allah. Paling tidak, lagu anak-anak / lagu islami
yang syairnya mendidik juga dapat kita perdengarkan.
Bimbing anak untuk
mensyukuri segala nikmat yang diberikan agar mereka tidak menuntut
apa-apa yang tidak ada.
Sediakanlah
anak-anak kita buku-buku bacaan yang mendidik, yang mampu menambah
pengetahuan agama dan akademik, serta iman mereka. Seperti buku-buku
kisah tentang para nabi, sahabat, atau buku-buku doa sederhana,
hadits-hadits, atau majalah Islam anak-anak. Dampingilah mereka
untuk membantu memahaminya, sebagaimana kita dampingi mereka ketika
nonton televisi agar bisa menjauhi tontonan yang tidak pantas.
(Sebagusnya cegah mereka dari televisi, hingga saatnya nanti mereka
bisa membedakan mana baik mana buruk).
Langkah
praktis mengenalkan Tuhan kepada anak-anak menurut Dedeh
Wahidah Achmad adalah, antara lain:
Formal.
Pendidikan anak secara formal
berarti pendidikan di ruang kelas. Ruang kelas dimaksud bukan hanya
sekadar di sekolah, melainkan juga bisa masjid atau bahkan rumah.
Bisa bersama-sama dengan orang lain atau khusus anak-anak kita
sendiri.
Misalnya, anak disekolahkan di
sekolah yang pendidikan agamanya bagus, atau disuruh mengaji di
masjid. Pada sisi lain, di rumah sejatinya dilakukan pendidikan rutin
untuk anak-anak. Katakan saja, dibuat agenda kuliah subuh.
Ketika ayah ada di rumah maka yang memberi kuliah subuh kepada
anak-anak adalah ayahnya. Namun, ketika sang ayah keluar kota, maka
ibulah yang menjadi ustadzahnya. Tidak perlu lama, 10–15 menit
cukup. Saat azan subuh berkumandang, bangunkan
anak-anak. Kalaupun mereka sulit bangun, munculkan kesabaran,
bangunkan dengan penuh cinta. Setelah mereka shalat, kumpulkanlah
semua anak-anak. Mungkin mereka sambil tiduran, tidak apa-apa.
Jika di rumah ada komputer atau
laptop, itu akan sangat membantu. Buat kebiasaan, saat
membangunkan anak telah dimainkan musik instrumentalia yang lembut
mengalun. Secara psikologis, anak akan merasa segar, pikiran jernih,
biasanya mereka segera bangun. Materinya, dibuat variasi sesuai
dengan tema mengenalkan anak kepada Allah dan Rasul di atas.
Sampaikan satu ayat atau hadis yang berkaitan. Jelaskan contoh-contoh
makna yang mereka alami di rumah, jalan, sekolah, dll. Perlu
juga, sekali-kali kuliah subuh berupa nyanyi bersama.
Ayah dan ibu mengarang lagu
sederhana sesuai tema. Anak-anak disuruh berdiri dan diajari
bernyanyi. Bisa juga mereka diajak menonton film perjuangan
Rasul (Ar-Risâlah)
secara berseri untuk beberapa hari. Ayah/ibu menjelaskan siapa
Rasul dan perjuangannya.
Non-formal.
Secara non-formal, belikan
anak-anak buku bertemakan Allah dan Rasulullah. Biarkan mereka
terbiasa membaca buku-buku tersebut. Untuk lebih menanamkan ’ruh’
cinta mereka, ayah atau ibunya yang menceritakan atau membacakan isi
buku tersebut pada saat santai. Bisa juga mengoleksi CD berisi
doa atau cerita anak Islam, perjuangan Nabi, keindahan alam, dll.
Jika tidak ada sarana elektronik,
ganti dengan bercerita tentang semua itu. Hal ini dapat dilakukan
menjelang tidur. Seorang ayah atau ibu penting menjadi seorang
pendongeng/pencerita hebat bagi anak-anaknya.
Jangan lupa, menanamkan anak
mengenal Allah dan Rasul dapat dilakukan dengan mengajak mereka ke
forum pengajian. Ajak sesekali mereka pada acara pengajian ayah atau
ibunya. Meskipun mungkin mereka tidak mengerti, tanpa kita
sadari mereka akan mendarahdagingkan sikap dan perjuangan ayah/ibunya
untuk mencintai Allah Swt. dan Rasulullah saw.
Internalisasi.
Internalisasi yang dimaksud di
sini adalah mengenalkan anak kepada Allah dan Rasulullah melalui
sikap dalam kehidupan keseharian. Hampir semua kejadian dapat
digunakan untuk mengenalkan tautan jiwa kita itu kepada Allah Swt.
dan Rasulullah. Sebagai contoh, saat Isya pulang dari masjid terlihat
ada bulan, kita bisa bertanya kepada mereka, siapa pencipta bulan?
Lalu sambil berjalan kita menjelaskan kekuasaan Allah terkait dengan
langit, bulan, dan bintang.
Hal yang sama dapat dilakukan
untuk pohon, bunga, pasir, laut, dll. Mungkin anak kita suka
main boneka. Kita tanya, bagus bonekanya? Dia akan
bilang, bagus. Setelah itu, jelaskan kehebatan Allah Swt. yang
menciptakan adik bayi, bisa bergerak sendiri, kedap-kedip, nangis,
dll. Karenanya, katakan kepadanya bahwa manusia harus tunduk
kepada Zat Yang Mahahebat, yaitu Allah Swt. Barangkali kita sering
kelihatan capai oleh anak-anak, salah satunya karena dakwah.
Ketika itu datang berarti kesempatan untuk menjelaskan bahwa dakwah
yang dilakukan ayah/ibu belum seberapa. Rasulullah saw.
berjuang dengan harta, pikiran, tenaga, bahkan mengorbankan nyawa.
Doakan
dengan cinta dan airmata.
Anak-anak kita memang lahir
melalui kita, tetapi bukan milik kita. Sering orangtua
menghendaki anaknya begini atau begitu, tetapi dirasa sulit
mencapainya. Tidak perlu mengalah apalagi menyerah. Berusaha terus.
Jangan lupa, ada senjata orangtua yang sangat utama: doa! Setiap kali
usai shalat, doakanlah anak-anak kita agar mengenal dan mencintai
Allah dan Rasul-Nya.
Bayangkan wajah mereka satu
persatu mulai dari yang terbesar. Doakan satu persatu sambil
menyebut namanya. Mintalah kepada-Nya dengan penuh kesungguhan dan
tetes airmata kecintaan. Akan bagus jika itu dilakukan juga di tengah
malam saat para malaikat turun ke langit dunia, setelah shalat
malam. Ya,
Allah, jadikanlah anak-anak kami mengenal serta mencintai-Mu dan
Rasul-Mu!
Sedangkan
menurut penulis sendiri dalam memperkenalakan Tuhan kepada dunia
anak-anak dapat dilakukan dalam berbagai hal, diantaranya :
Membiasakan
akhlak yang baik, sopan santun dalam setiap tindakan
Mengenalkan
tuhan dengan menunjukkan berbagai ciptaan-Nya yang ada di langit dan
bumi ini
Membiasakan
berdo’a di setiap memulai dan mengakhiri aktivitas
Mengajaknya
melakukan ibadah sehari-hari
Mengenalkan
Allah melalui sifat-sifat-Nya dan nama-nama-Nya yang agung (Asmaul
Khusna).
BAB II
PENUTUP
Kesimpulan
Konsep Tuhan
dari sudut pemahaman anak-anak
Pengertian Tuhan
dimata anak-anak sangat sederhana, karena pemahaman anak-anak dan
pola pikirnya masih sangat polos. Sebagai orang tua dan pendidik
tentunya harus bisa meningkatkan pemahaman ini dengan proporsional
dan metode yang tepat. Jangan sampai dengan pemahaman yang diberikan
oleh orang tua atau pendidik, anak-anak akan semakin jauh dengan
Tuhannya.
Cara-cara
memperkenalkan konsep Tuhan kepada anak-anak
Dalam memperkenalkan
konsep Tuhan kepada dunia anak-anak dapat dilakukan berbagai cara,
antara lain sebagai berikut :
-
Awali
Bayimu dengan Laa Ilaaha Illallah
Memperkenalkan
Allah kepada anak melalui sifat-Nya yang pertama kali dikenalkan,
yakni
al-Khaliq
(Maha Pencipta).
Kita ajak anak
untuk mengenali dirinya dan mensyukuri nikmat yang melekat pada
anggota badannya.
Memberi
sentuhan kepada anak tentang sifat kedua yang pertama kali
diperkenalkan oleh Allah kepada kita, yakni
al-Karim.
Menurut Beurin
Tanamkan
nilai-nilai tauhidullah (keesaan Allah) sejak awal.
Sejak dini juga
tanamkan pendidikan ma’rifaturrasul (mengenal Rasulullah)
Sejak
dini juga ditanamkan tarbiyah akhlaqiyah wa sulukiyah (pembinaan
akhlak dan perilaku)
Sejak
dini
juga diperkenalkan dengan tokoh-tokoh Islam
Ajarkan anak untuk
berdoa sebelum melakukan aktivitas
Bila
melarang anak, upayakan untuk tidak mengancamnya dengan dosa, neraka
dan hal-hal menakutkan lainnya.
Apabila
anak melakukan kesalahan, bantu mereka untuk menemukan jalan untuk
memperbaiki
kesalahannya,
tanpa harus mengancam dengan dosa, neraka dan sebagainya
Sertakan anak saat
menjalankan ibadah sehari-hari, seperti sholat berjamaah, kegiatan
pengajian, dsb
Dalam
memilih hiburan, upayakan untuk memberikan anak tayangan-tayangan
yang tidak merusak aqidah.
Bimbing anak untuk
mensyukuri segala nikmat yang diberikan agar mereka tidak menuntut
apa-apa yang tidak ada.
Sediakanlah
anak-anak kita buku-buku bacaan yang mendidik, yang mampu menambah
pengetahuan
agama dan akademik, serta iman mereka.
Menurut
Dedeh Wahidah Ahmad, dengan langkah praktis
Menurut
Penulis
Membiasakan
akhlak yang baik, sopan santun dalam setiap tindakan
Mengenalkan
tuhan dengan menunjukkan berbagai ciptaan-Nya yang ada di langit dan
bumi ini
Membiasakan
berdo’a di setiap memulai dan mengakhiri aktivitas
Mengajaknya
melakukan ibadah sehari-hari
Mengenalkan
Allah melalui sifat-sifat-Nya dan nama-nama-Nya yang agung (Asmaul
Khusna).
Foot Note
Daftar
Pustaka
Daradjat,Zakiah. Ilmu
Jiwa Agama.
Jakarta:Bulan Bintang,1996.
Thea, Dina.
Mengenalkan Allah
kepada Anak.(http://bundadanaku.
wordpress.com
/2011/03/23/
mengenalkan-allah-kepada-anak/)
23
Maret 2011, diakses Selasa 1 Nopember 2011
Umar,Bukhari. Ilmu
Pendidikan Islam.Jakarta:Amzah,2010.